VIVAnews – Puan Maharani yang merupakan cucu Presiden
RI pertama, Soekarno, menepis kabar soal harta sang kakek yang
diberitakan sebuah koran di Austria tersimpan di sebuah bank di Swiss.
“Kami
pihak keluarga tidak tahu-menahu. Sampai sekarang soal itu belum pernah
terbukti, dan tak ada hubungannya dengan keluarga kami,” kata Puan saat
menemani ayahnya, Ketua MPR Taufiq Kiemas, berkunjung ke kantor Wakil
Presiden Boediono di Jakarta Pusat, Rabu 26 Desember 2012.
Isu mengenai harta Soekarno bukan sekali ini terdengar. Kali ini isu tersebut kembali mengemuka ketika sebuah koran Austria, Kronen Zeitung,
memberitakan soal harta warisan Soekarno senilai US$180 juta atau
Rp1,74 triliun yang sampai saat ini disebut masih tersimpan di bunker
bank terkemuka di Swiss, Union Bank of Switzerland (UBS).
Kronen
Zeitung menurunkan berita soal harta Soekarno dalam dua edisi, yaitu
tanggal 17 dan 19 Desember 2012. Namun tidak disebutkan harta Soekarno
itu ada dalam bentuk apa. Dalam berita itu, wartawan penulisnya, Klaus
Loibnegger, mewawancarai seorang mediator keuangan asal Austria bernama
Gustav Jobstmann.
Jobstmann mengaku punya dokumen pendukung yang
menjadi bukti eksistensi harta Soekarno di bank Swiss. Jobstmann juga
mengatakan bisa membantu mencairkan harta Soekarno itu, dengan syarat
keluarga Soekarno bersedia menginvestasikan semua harta warisan itu di
Austria yang saat ini membutuhkan suntikan modal.
Jobstmann
bahkan mengatakan sudah menghubungi salah seorang keluarga Soekarno
bernama Seno Edy Sukanto untuk membicarakan perihal harta itu. Namun
Puan mengatakan, keluarganya justru tidak kenal dengan orang bernama
Seno Edy Sukanto itu.
“Kami tak mengenal siapa Edy, dan dia tidak
masuk dalam keluarga Soekarno. Sepengetahuan saya sejak lahir sebagai
cucu Bung Karno, saya tidak pernah tahu dan mengenal siapa dia,” ujar
Puan. Ketua Fraksi PDIP itu pun mengatakan keluarganya tak mau terlibat
dan ikut campur soal pemberitaan mengenai harta Soekarno itu.
Menurut
Puan, ibunya sendiri yang merupakan putri Soekarno, Megawati
Soekarnoputri, pernah mengatakan kepadanya bahwa tidak ada harta
Soekarno seperti yang diberitakan media asing. “Kalaupun ada orang yang
mengatasnamakan keluarga Soekarno (dalam berbicara soal harta itu),
bukan berarti dia benar keluarga Soekarno,” kata Puan.
Kabar Angin
Dubes
Republik Indonesia di Swiss, Djoko Susilo, pernah mengatakan bahwa
kabar soal harta Soekarno di UBS itu tidak benar. Djoko mengaku sering
dihubungi sejumlah pihak di Indonesia maupun di tempat-tempat lain yang
mengklaim menyimpan data soal warisan Soekarno di Swiss berupa emas dan
uang.
Djoko pun kemudian menelusuri informasi itu. Ia bahkan
menghubungi salah satu pejabat terkemuka di Bank UBS. Namun ternyata
semua kabar tersebut tidak terbukti kebenarannya.
Djoko juga
meragukan informasi soal harta Soekarno yang dimuat dalam Kronen
Zeitung. Menurutnya, Kronen Zeitung sejenis koran kuning di Indonesia
yang memberitakan lebih banyak berita sensasi ketimbang informatif.
Sejarawan
LIPI Asvi Warman Adam pun meragukan soal harta Soekarno ini. “Semua
cuma isu, tidak pernah jelas dan tidak bisa dipertanggungjawabkan,” kata
Asvi.
Ia lantas mengisahkan ketika tahun 1960 ada proyek
pembangunan Monumen Patung Dirgantara yang lebih dikenal dengan nama
Patung Pancoran di Jakarta Selatan. Saat itu pemimpin proyek Patung
Pancoran, Edhi Sunarso, mengeluh kekurangan dana kepada Soekarno.
Namun
Soekarno malah menyarankan Edhi untuk menjual mobilnya guna biaya
pembangunan Patung Pancoran. Dari cerita itu, Asvi berkesimpulan
Soekarno sendiri tak punya banyak harta. “Kalau punya banyak uang dan
emas batangan, Soekarno kan tinggal ambil emasnya untuk dana proyek,”
ujar Asvi.
Ajang Menipu
Kabar angin soal
harta Soekarno memang tidak pernah jelas. Namun justru menginspirasi
sejumlah penipu dalam menjalankan aksinya. Salah satu yang paling
terkemuka mungkin adalah James Lindon Graham asal Selandia Baru.
Seperti dilansir nzherald.co.nz,
29 September 2011, Graham adalah penipu ulung. Tak tanggung-tanggung,
ia mengaku sebagai anak angkat dua Presiden RI, Soekarno dan Soeharto.
Graham membual telah diadopsi resmi oleh keluarga Soekaro. Ia pun
mengaku memiliki kuasa atas harta simpanan keluarga Soekarno senilai
US$50 juta dan US$100 juta dalam bentuk emas batangan di bank Swiss.
Kepada
para korbannya, Graham mengklaim dekat dengan Interpol. Dalam modus
penipuannya, Graham mengatakan butuh uang dari para korbannya untuk
mencairkan simpanan keluarga Soekarno di bank Swiss itu. Graham juga
membual memiliki piutang sebesar US$13 juta pada PBB. Ia menyebut PBB
meminjam uangnya untuk menegakkan demokrasi di sebuah wilayah Afrika.
Graham
lantas mendorong korban-korbannya untuk berinvestasi dalam jumlah besar
lewat dirinya, dengan kesepakatan kompleks. Meski terdengar tak masuk
akal, tapi banyak korban terjerat. Sebagian besar korban Graham
merupakan investor lanjut usia.
Graham menjalankan modus itu
selama sepuluh tahun. Penipu kakap ini sempat ditangkap di Bandara
Auckland, Selandia Baru, Juli 2009 saat hendak bertolak ke Singapura. Ia
dibebaskan karena membayar uang jaminan, dan mengulangi aksi
penipuannya lagi.
Ketika akhirnya ditangkap lagi dan diproses
hukum, Graham dinyatakan bersalah atas 99 kasus penipuan senilai US$1,6
juta. Pria berusia 68 tahun itu pun divonis penjara selama tiga tahun
dua bulan. Vonis itu dipotong dari yang seharusnya enam tahun dengan
pertimbangan usia Graham yang sudah tua dan ia menderita beberapa
penyakit.
Hakim juga menyatakan Graham tak bertindak sendirian.
Ia adalah anggota jaringan penipuan. Graham mengaku menipu karena perlu
banyak uang untuk membiayai gaya hidup jetsetnya.
Pengklaim juru
kunci keluarga Soekarno juga kerap terdengar di dalam negeri. Tahun
2011 misalnya, seorang kakek bernama Zakaria Sukaria Pota yang mengaku
berusia 126 tahun dan berasal dari Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara,
mengklaim memiliki sejumlah emas batangan dan surat berharga berisi
kekayaan RI yang tersimpan di bank Swiss.
Zakaria juga
menunjukkan pedang, tongkat komando, dan empat emas batangan yang
menurutnya milik almarhum Presiden Soekarno. Kakek ini bahkan mengaku
memiliki obligasi triliunan rupiah yang dicap dengan tinta emas
bergambar Garuda. Obligasi itu dikatakannya siap dicairkan di sebuah
bank internasional untuk diberikan kepada negara.
Zakaria mengaku
punya hubungan darah dengan Presiden Soekarno dan selama 60 tahun
belakangan menutupi identitasnya dengan menyamar sebagai petani,
pengumpul botol, dan pencari rotan di hutan-hutan Bolaang Mongondow. Ia
mengatakan mendapat wahyu untuk membuka semua harta Soekarno itu karena
perekonomian Indonesia terpuruk.
Pengakuan seperti ini tak hanya
datang dari Zakaria. Beberapa orang di tanah air juga pernah mengaku
sebagai pewaris Soekarno yang bisa mencairkan hartanya di bank Swiss.
Namun akhir cerita seperti ini bisa diterka. Sampai saat ini belum ada
kisah lanjutan bahwa mereka telah berhasil mencairkan harta Soekarno
itu. Kisah-kisah ini berlalu dengan cepat seiring angin berhembus. (adi)
Kamis, 27 Desember 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar